Doa Qunut Dalam Pandangan Para Imam Mazhab
Para ulama membagi doa qunut ada tiga macam. Pertama, doa Qunut Nazilah, yaitu doa yang dibacakan setelah ruku’ (i’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Hukumnya sunnah hai’ah (kalau lupa tertingal tidak disunatkan bersujud sahwi). Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (mushibah) yang menimpa, seperti bencana alam, flu burung dan lainnya. Qunut Nazilah ini mencontoh Rasulullah SAW Yang memanjatkan doa Qunut Nazilah selama satu bulan atas mushibah terbunuhnya qurra’ (para sahabat Nabi SAW yang hafal al Qur’an) di sumur Ma’unah. Juga diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa “Rasulullah SAW kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku’ (HR. Bukhori dan Ahmad).
Kedua, qunut shalat witir. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan dirakaat yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’. Menurut pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah) qunut witir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua bulan Ramadlan. Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan. Ketiga, doa qunut pada raka’at kedua shalat Shubuh. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat Shubuh hukumnya tidak disunnahkan karena hadits Nabi SAW bahwa ia pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan telah dihapus (mansukh) dengan ijma’ sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud:
رَوَى ابنُ مَسْعُوْدٍ: أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَنَتَ فِيْ صَلاَةِ الفَجْرِ شَهْراً ثُمَّ تَرَكَهُ
“Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud: Bahwa Nabi SAW telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi SAW meninggalkannya.” (HR.
Muslim)
Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah) doa qunut shalat Shubuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr). Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa tertinggal disunatkan sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat Shubuh. Sebab Rasulullah SAW ketika mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) pada rakaat kedua shalat Shubuh beliau membaca qunut. Dan demikian itu “Rasulullah SAW lakukan sampai meninggal dunia (wafat)”. (HR. Ahmad dan Abd Raziq) Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmu’nya:
مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القَُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ “
Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat Shubuh, baik karena ada mushibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulma’ salaf”. (al-Majmu’, juz 1 : 504).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa ketika terjadi wabah atau bencana yang menimpa kaum muslimin, kita dianjurkan untuk membaca doa qunut nazilah saat kita melakukan shalat wajib, terutama dalam shalat Shubuh. Namun bagaimana ketika kita melaksanakan shalat sunnah, apakah juga dianjurkan membaca doa qunut nazilah?
Jika terjadi musibah yang menimpa kaum muslimin seperti wabah, gempa, tsunami atau lainnya, maka kita dianjurkan melakukan doa qunut nazilah di setiap shalat wajib dalam rangka mendoakan keselamatan bagi mereka. Sebaliknya, jika tidak terjadi musibah, maka kita tidak dianjurkan melakukan doa qunut nazilah kecuali dalam shalat Shubuh saja.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;
الصحيح المشهور الذى قطع به الجمهور ان نزلت بالمسملين نازلة كخوف أو قحط أو وباء أو جراد أو نحو ذلك قنتوا في جميعها وإلا فلا
Menurut pendapat yang shahih dan masyhur yang diikuti oleh kebanyakan ulama bahwa jika suatu musibah menimpa kaum muslimin, seperti ketakutan, kelaparan, wabah, belalang atau lainnya, maka hendaknya mereka melakukan qunut dalam semua shalat wajib. Jika tidak, maka tidak perlu melakukan qunut.
Adapun dalam shalat sunnah, baik shalat sunnah yang dianjurkan shalat berjamaah atau tidak, maka tidak dianjurkan membaca doa qunut nazilah. Hanya saja, jika kita membaca doa qunut nazilah ketika terjadi bencana dalam shalat sunnah, maka hal itu tidak dimakruhkan. Namun jika tidak terjadi bencana, maka hukumnya makruh.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu berikut;
وأما غير المكتوبات فلا يقنت في شيء منهن قال الشافعي في الأم في كتاب صلاة العيدين في باب القراءة في العيدين : ولا قنوت في صلاة العيدين والاستسقاء فإن قنت عند نازلة لم أكرهه
Adapun selain shalat-shalat wajib, maka tidak perlu melakukan qunut. Imam Syafii berkata dalam kitab Al-Umm dalam kitab shalat ‘idain dalam bab qiraah fil idain: Tidak ada qunut dalam shalat ‘idain dan istisqa. Namun jika melakukan qunut ketika terjadi bencana, maka saya tidak memakruhkannya.
Dengan demikian, membaca qunut nazilah dalam shalat sunnah tidak dianjurkan, baik terjadi bencana atau tidak. Hanya saja, jika melakukan qunut nazilah saat terjadi bencana, maka hal itu tidak makruh. Jika tidak terjadi bencana, maka hukumnya makruh.
Semoga bermanfaat.