MAHASISWA JAWA TENGAH SEBAGAI BA..BU.. KAMPUS ??

by Nining Syarifah

Kampus dalam dunia pesantren tentu bukan sesuatu hal yang tak asing lagi, hampir seluruh pesantren yang kini sudah memiliki perguruan tinggi atau universitas. Salah satunya adalah pondok pesantren Amanatul Ummah yang memiliki perguruan tinggi bernama Institut Pesantren KH. Abdul Chalim. Bangunan megah yang berada di pelosok lereng gunung welirang Pacet, Mojokerto. Tempatnya yang berada di pelosok bumi Majapahit tidak menutup kemungkinan bahwa pesantren tersebut memiliki santri dari sabang sampai merauke bahkan juga santri mancanegara.

Kuliah dan nyantri memang menjadi beban dua kali lebih berat. Membagi jam belajar, jam mengaji, jam mengantri, dan aktivitas lainnya. Terlebih mulai dibatasi ruang dan waktu, waktu istirahat yang berkurang, dan hilangnya waktu bersantai. Lebih berat lagi apabila sekedar menjadi angan. Suatu hal yang berasal dari “katanya” berbeda dengan “nyatanya”. Kebanyakan calon mahasantri/mahasiswa santri beranggapan seperti itu. Tetapi tidak buat saya setelah membuktikan “katanya” menjadi “nyatanya”.

Hidup serba bersama-sama tentu memupuk arti kehidupan yang sebenarnya, caranya bersosialisasi dengan setiap individu/kelompok yang memiliki kepribadian yang berbeda. Belajar tentang multikulturalisme, dimana setiap kebudayaan, cara berbicara, bahkan cara berpikir setiap santri disini sangat berbeda-beda. Dari sinilah akan terlahir individu yang saling menghargai, menghormati, dan mengenal satu sama lain. Hal tersebut tentu memberikan pelajaran yang besar tentang belajar berbagi, berusaha cukup ketika mendapat sesuatu yang tidak sesuai porsinya, saling meneduhkan, saling mengingatkan, saling membimbing, dan lainnya.
Aktivitas seorang santri tentu tak lepas dari riyadloh, dalam kitab ta’lim dikenal dengan tirakat. Beberapa bentuk riyadloh contohnya bangun dini hari mulai jam 03.00, mengaji, dan mengantri. Pemupuk kesabaran yang sangat besar adalah kehidupan yang serba antri, terlebih ketika kita menjadi korban ghoshob. Hal tersebut mengajarkan kita bahwa segala sesuatu butuh proses yang panjang, terlebih apabila kita menginginkan apa yang kita butuhkan.

Pesantren sering dikatakan sebagai “Penjara Suci” bagi beberapa kalangan. Mungkin karena adanya tembok yang lebih kokoh dan tinggi dan tentu mempunyai peraturan-peraturan ketat dan selalu diberikan batasan-batasan. Pesantren memang betul memberikan ruang untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki oleh santri, namun kita sering bergelut dengan adanya keterbatasan waktu. Sehingga setiap mahasantri membuat komitmen terhadap dirinya bahwa tugas dia hanya ngaji dan belajar. Tetapi saya pernah membaca sebuah buku yang mengatakan; Imam as-Sarakhsi mampu merampungkan kitab al-Mabsuth dalam penjara, Habib Sa’ad al-Yamani menyelesaikan hafalan Qur’an dalam penjara, lalu Buya Hamka juga menulis tafsir al-Azhar dalam penjara. Hal tersebut membuktikan bahwa Belenggu tidak meredupkan produktifitas orang-orang besar.

Jika kita merasa bahwa pesantren adalah penjara sebagai alasan kita untuk tidak menjadi santri yang produktif, bagaimana bisa Imam as-Sarakhsi mampu merampungkan kitab al-Mabsuth dalam penjara? Habib Sa’ad al-Yamani menyelesaikan hafalan Qur’an dalam penjara? lalu Buya Hamka juga menulis tafsir al-Azhar dalam penjara?. Jadi santri itu tidak dididik hanya sekedar “kuliah” dan “ngaji” banyak kok yang saya temui para kakak-kakak generasi (senior) bisa melakukan keduanya ditambah dengan aktif dalam beberapa organisasi, terutama kawan-kawan dari Mahasiswa Jawa Tengah;

Nama Asal Organisasi Periode :

Nur Habibah (2016) Jepara Ketua Racana IKHAC 2017/2018

Nurul Kamal (2015) Jepara Ketua Hima Prodi PGMI 2017/2018

Ayu Sholihah (2015) Jepara Ketua PKPT IPPNU IKHAC 2017/2018

Mahfud Fauzi (2017) Demak Ketua Pagar Nusa IKHAC 2019/2020

Abdul Azis (2017) Kendal Ketua PKPT IPNU IKHAC 2019/2020

Nining Syarifah (2017) Jepara Ketua Hima Prodi PIAUD IKHAC 2019/2020

Nur Khafiyah (2016) Rembang Ketua Kopri PMII IKHAC 2020/2021

Amalia Rahmawat(2018) Rembang Ketua Hima Prodi PIAUD IKHAC 2020/2021

Muhammad Chabib Fazal Jinan (2020) Semarang Ketua PAKPT IPNU Fakultas Tarbiyah 2020/2021

Itsna Thoriqotul Jannah (2020) Klaten Ketua PAKPT IPPNU Fakultas Tarbiyah 2022/2023

Dan masih banyak mahasiswa Jawa Tengah yang berkiprah di organisasi-organisai lain yang tidak bisa saya sebukan satu persatu. Mereka juga mempraktikan hadits nabi yang berbunyi “Kiprah keadilan seorang pemimpin 1 hari lebih dicintai oleh Allah dari pada 70 tahun ibadah orang awam”. Sebagai aktifis mereka juga tidak teledor dalam tanggung jawab sebagai santri yaitu ngaji dan kuliah. Artinya jika kita mampu me-manage waktu dengan baik, kuliah dipesantren tidak akan menjadi momok seperti anggapan-anggapan orang sebelumnya yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan di pesantren.
Sebuah kebanggaan apabila mendengar salah satu kawan-kawan mahasiswa dari Jawa Tengah dijadikan sebagai “BABU” (Barokah Buat) Kampus. Organisasi memberikan beribu pengalaman yang tidak bisa dimiliki sembarang orang. Ia dilalui oleh proses panjang yang tidak sekedar berjalan dengan mulus, jatuh bangun, menemui banyak problematika, konflik, dan perbedaan pendapat. Jika seseorang berkata “Ngapain si ber-organisasi, capek-capek ngurusi ini itu, dapat banyak masalah, dan terlebih enggak bakal dibayar”. Memang ber-organisasi tidak jauh dengan kita bekerja disuatu tempat, persis dengan sistematika yang dijalankan, ada job, ada struktur, ada komando, cuman bedanya kita tidak dibayar.

MAHASISWI IKHAC JAWA TENGAH SETELAH PENGAJIAN KITAB KUNING

Perlu diketahui bersama bahwa organisasi memang hanya untuk orang-orang yang hebat-mampu-besar. Pemimpin berasal dari terpupuknya karakter melalui organisasi. Sebagai mahasiswa ber-Beasiswa di kampus tentu harus sadar dan faham betul tentang kewajiban serta hal apa saja yang dapat kita berikan ke lemabaga. Sering kita jumpai bahwa terdapat maqolah masyhur “Khoirunnas anfa’uhum linnas” sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jika kita bisa bermanfaat sebagai salah satu manager organisasi di kampus kenapa tidak untuk berorganisasi?. Tidak ada kata selain Ridho dan Barokah, itulah yang disematkan bagi setiap mahasiswa atau santri amanatul ummah. Barokah merupakan power dari setiap santri dalam melakukan suatu kegiatan baik kegitan domestik maupun kegiatan organisai. Suatu pekerjaan yang tidak dibayar dan itu berkaitan dengan kampus dan dunia santri yang insyaallah semua bernilai pahala. Lelah kita dalam mencari ilmu insyaallah menjadi lillah.

Jadilah mahasiswa/mahasantri yang berperan, karena Allah mencintai pemuda yang memiliki produktifitas tinggi dan tidak menyukai pemuda yang remeh temeh. Pesantren bukan penjara bagi setiap santrinya, tetapi pesantren adalah wadah setiap santri untuk mengembangkan potensi-potensi mereka ditambah dengan nilai spiritual. Jika kita mampu me-manage waktu dengan baik, kuliah dipesantren tidak menjadikan momok seperti anggapan-anggapan orang sebelumnya yang tidak pernah mengenyam dunia pendidikan di pesantren. Jangan percaya dengan “katanya” sebelum kalian membuktikan dengan “nyatanya”. Semangat berproses, cari motivatormu sebagai teladan kamu dalam bearktivitas.

Salam dari penulis, merupakan santri amanatul ummah dan mahasiswa Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto Progran Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang sedang menempuh semester akhir.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *