ORANG CERDAS MENURUT RASULULLAH SAW
*ORANG CERDAS MENURUT RASULULLAH SAWOleh: Muhammad Umar Said (Ketua PC Pergunu Kendal)
Kebanyakan orang mendefinisikan “orang cerdas” adalah orang yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata (orang yang memiliki IQ di atas 150), sanggup menghafal ratusan kosa kata dalam waktu hanya beberapa menit, dan mampu menghitung perkalian angka dengan cepat. Bagi santri di pesantren mampu menghafal al-Qur’an dalam waktu kurang dari satu tahun, menghafal 1000 nadlom Alfiyah dari depan ke belakang dan sebaliknya (bolak-balik), menghafal ribuan Hadits, menguasai kitab Uqudul Juman, sangat lancar membaca kitab Fathul Muin, menguasai kitab-kitab besar seperti kitab Fathul Wahhab, I’anatut Thalibin, Majmu’, Mahally, Ihya’ Ulumiddin, al-Asybah wan Nadhair dan lain-lain. Anggapan yang demikian memang tidaklah salah, tetapi jika kita telaah lebih mendalam ternyata yang disebut “orang cerdas” bukanlah pengertian yang sesederhana seperti itu, hanya sebatas kemampuan seseorang dalam menghafal dan mendefinisikan sesuatu. Akan tetapi yang dimaksud orang cerdas yaitu yang mampu membuat prediksi tentang suatu masalah, seperti memperkirakan apa yang akan terjadi besok berdasarkan analisis terhadap kondisi yang ada hari ini.
Dalam Islam, orang yang dipandang cerdas oleh Rasulullah saw. adalah orang yang pikirannya jauh ke masa depan di akherat. Akhirat dipandang sebagai negeri yang dirindukan setelah kehidupannya di negeri dunia yang fana ini. Di akherat-lah kehidupan yang sebenarnya, tidak ada kematian dan di sanalah terdapat negeri keabadian, negeri kenikmatan abadi di surga. “Berpikir sebelum bertindak”, itulah yang menjadi prinsip dan motto bagi orang yang cerdas. Jika sudah tahu, bahwa kebaikan dan keburukan akan menentukan nasib seseorang di akhirat, maka setiap ucapan, sikap dan perbuatan yang akan dilakukan haruslah dipertimbangkan dengan perhitungan akal sehat dan sesuai hati nurani. Jangan sampai melakukan sesuatu yang justru akan merendahkan posisi seseorang sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling mulia.
Untuk memperjelas pengertian orang cerdas tersebut di atas, perlu dipahami Hadits Rasulullah saw. berikut ini:
عن أبى يعلى شداد بن أوس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : ألكيس من دان نفسه و عمل لما بعد الموت والعاجز من اتبع نفسه هواها وتمني على الله. ( رواه الترمذي)، وقال : هذا حديث صحيح.
Dari Abu Ya’la yaitu Saddad ibnu Aus r.a. dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Orang yang cerdas ialah orang yang mampu mengintrospeksi dirinya dan beramal untuk kehidupannya setelah mati. Sedangkan orang lemah ialah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah dengan harapan kosong”. (H.R. At-Tirmidzi dan beliau berkata, “Hadits shohih”.
Rasulullah saw. dalam Hadits tersebut di atas menjelaskan, bahwa orang cerdas adalah orang yang pandangannya jauh ke depan, tidak hanya berhenti sampai kehidupan dunia ini saja, tetapi menembus batas dinding alam dunia, hingga sampai kehidupan yang abadi di akherat kelak. Tentu hal ini terjadi sebatas pada orang yang memiliki keimanan yang kuat, terutama keimanan kepada adanya hari pembalasan (yaumul jaza’). Bagi orang yang tidak meyakini adanya hari pembalasan, tentu tidak akan pernah berpikir untuk menyiapkan bekal amal apa pun.
Jika yang dimaksud “cerdas” oleh Rasulullah saw adalah jauhnya orientasi serta pandangan hidup yang jauh hingga ke depan (akhirat), maka pandangan-pandangan yang hanya ber-orientasi sebatas menyangkut kesenangan duniawi semata, maka pandangan yang demikian dinamakan tindakan “bodoh” atau “jahl”(Arab, kebodohan = jahiliyah). Bangsa Arab pada zaman pra Islam disebut jahiliyah, bukan karena mereka tidak bisa baca tulis, tetapi lebih karena mereka melakukan sesuatu dengan jalas pintas (short cut) yaitu menyembah sesembahan selain Allah. Mereka menyembah berhala tanpa berpikir kritis tentang apa yang mereka sembah, dan apa tujuan mereka menyembah sesuatu yang tidak memberikan manfaat apa-apa dan tidak mampu memberikan madlarat sedikit pun. Al-hasil, sampai meninggal dunia pun Bangsa Arab Jahiliyah tidak menemukan kebenaran, tetapi yang mereka temui adalah kebodohan yang menyesatkan.
Perilaku “bodoh” lain adalah melakukan kejahatan-kejahatan seperti kezaliman, kesewenang-wenangan, penipuan, pembunuhan, korupsi dan lain-lain. Seseorang yang melakukan hal tersebut, berarti mereka sedang dalam “kebodohan” yang belum mendapat hidayah dan pencerahan dari Allah swt. Karena seringnya melakukan dosa dan kesalahan, maka mereka semakin jauh dari rahmat Allah swt. Hatinya gelap (dhulmun) yang jauh dari cahaya Allah. Jadi kemaksiatan adalah tindakan “bodoh” karena hanya memperhitungkan pengadilan dunia yang mudah direkayasa, sedangkan pengadilan Allah di akhirat yang benar-benar adil malah “diabaikan”. Orang-orang seperti inilah sebagaimana kata Rasulullah saw dinamakan orang “lemah” karena tidak mampu melawan hawa nafsunya sendiri. Dengan demikian, orang-orang yang yang selalu bertindak bodoh adalah orang-orang lemah (‘ajizun).
Selain hal di atas, orang cerdas juga tahu bahwa kematian merupakan rahasia Allah (screet of Allah), kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu, ia akan selalu berlomba-lomba melakukan kebaikan tanpa harus menunda-nunda, melakukan kebaikan merupakan prioritas utama dalam hidupnya. Dia akan selalu bersegera melakukan kebaikan (amal saleh), dan pantang untuk mengabaikannya. Dalam Hadits riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah Rasulullah saw bersabda, Ada tujuh macam peristiwa buruk yang akan menimpa diri seseorang jika hal tersebut tidak dilakukan sesegera mungkin. Pertama, kemiskinan yang membuat seseorang lupa kepada Allah karena sibuk mencari harta dalam kehidupannya. Kedua, kekayaan yang membuat diri seorang menjadi angkuh dan sombong, karena mereka beranggapan kalau harta yang diperolehnya itu hasil keringatnya sendiri. Ketiga, sakit yang membuat ketampanan dan kecantikan seseorang berkurang. Keempat, masa tua yang membuat seseorang lemah tak berdaya. Kelima, kematian yang cepat karena umur yang dimilikinya sia-sia. Keenam, datangnya Dajjal yang disebut sebagai makhluk terburuk karena menjadi fitnah bagi manusia. Ketujuh, hari kiamat yang merupakan bencana paling dahsyat bagi orang yang mengalaminya. Jadi yang dinamakan “orang cerdas” dalam pandangan Rasulullah saw. adalah orang bersemangat mengumpulkan bekal amal salih sebanyak-banyaknya untuk bekal hidup di akhirat. Dunia adalah tempat bertanam pohon dan buah-buahan yang indah dan subur, yang siap dipetik di alam akhirat. Jadi, jika kita ingin memetik hasil di akhirat, hendaklah tidak lupa bercocok tanam di dunia ini dengan benih-benih yang baik, yaitu amal salih. (Allahu a’lam).