CARA PANDANG DUA ULAMA BESAR : KIAI HASYIM ASY’ARI DAN KIAI FAQIH MASKUMAMBANG TENTANG HUKUM KENTONGAN SEBAGAI PERTANDA MASUKNYA WAKTU SHALAT
Sebagaimana kita maklum, bahwa KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Faqih Maskumambang keduanya adalah ulama yang allamah (sangat alim). Keduanya lahir di Jawa khususnya di Jawa Timur, meskipun Kiai Hasyim umurnya lebih muda selisih 12 tahun dibanding dengan Kiai Faqih. Kiai Hasyim lahir di Jombang pada tahun 1871 M. sedangkan Kiai Faqih lahir Gresik pada tahun 1857 M. Keduanya nasabnya bertemu pada Raden Hadiwijaya (Joko Tingkir) dan Sunan Giri. Keduanya pun sama-sama pernah berguru kepada Syaikhona Cholil Bangkalan Madura, dan merantau istifadah (menuntut ilmu) ke negeri Hijaz ( Saudi Arabia). Banyak maha guru yang menjadi guru keduanya, antara lain: Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Khatib al-Minangkabawi, Sayyid Abbas al-Maliki al-Hasani, Syeikh Mahfudz at-Tarmasi dan lain-lain. Sepulang dari negeri Hijaz keduanya mendirikan pondok pesantren di daerah kelahirannya masing-masing dan pada tahun 1926 M. keduanya mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Sebagaimana judul tulisan tersebut di atas, telah terjadi perbedaan (ikhtilaf) pendapat di antara Kiai Hasyim Asy’ari dengan Kiai Faqih tentang hukum kentongan sebagai pertanda masuknya waktu shalat, meskipun perbedaan itu menurut Syeikh Maemun Zubaer dalam mukadimah kitab An-Nushus Al-Islamiyah merupakan hal ‘lumrah’ terjadi diantara keduanya, bahkan perbedaan itu terjadi sejak keduanya masih menjadi santri.
Dalam kitab “Hazz al-Ru’us fii Rodd al Jasus ‘an Tahrim al-Naqus ‘ala Risalat al-Jasus fii Bayani Hukm al-Naqus”, menurut Kiai Hasyim, kentongan yang terbuat dari kayu atau bambu yang digunakan sebagai pertanda datangnya waktu shalat adalah haram hukumnya, sebab menyerupai kaum kafir saat mereka memukul kentongan sebagai ajakan untuk bersembahyang. Sebagaimana kata Kiai Hasyim:
…وقال: إن ضرب الناقوس تشبه بالكافر, واستدل بقوله صلى الله عليه وسلم: من تشبه بقوم فهو منهم (رواه أبو داود عن ابن عمر رضي الله عنه).
“…Dan ia (Kiai Hasyim) berkata, “sesungguhnya memukul kentongan itu menyerupai orang kafir”, dan ia berpegang pada dalil Sabda Nabi Saw, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum (kuffar) maka ia termasuk bagian dari mereka”. (HR. Abu Dawud, dari Ibnu Umar RA).
Selain Hadits Nabi Saw di atas masih banyak lagi hadits yang dijadikan dalil oleh Kiai Hasyim mengenai keharaman kentongan tersebut. Sebagaimana tersebut dalam bab 1:
ألباب الأول: في ذكر أحاديث صحيحة تدل دلالة واضحة أن ضرب الناقوس من شعار دين النصارى، وأن الأذان يحصل به الإعلام بدخول الوقت، والدعاء إلى الجماعة، وإظهار شعار دين الإسلام، فاستعمال الناقوس مع االأذان خلط شعار دين الكفر بشعار دين الإسلام، وذلك لا يجوز.
Bab 1: “(Kiai Hasyim) menyebutkan beberapa hadist shohih yang dijadikan dalil, bahwa memukul kentongan itu termasuk mensyiarkan agama Nasrani, sedangkan adzan merupakan pertanda masuknya waktu shalat, mengajak shalat berjamaah, dan menampakkan syiar Islam. Oleh karena itu, menggunakan kentongan disertai adzan merupakan bentuk pencampuran antara syiar agama kekufuran dengan syiar agama Islam, dan hal tersebut hukumnya tidak boleh…”.
Mengomentari pendapat Kiai Hasyim diatas, Kiai Faqih mengutip pendapat Syeikh Khatib al-Minangkabawi, bahwa “memukul kentongan sebagai pertanda datangnya waktu shalat hukumnya boleh sebab tidak termasuk perbuatan mensyiarkan agama orang kafir, akan tetapi kentongan termasuk bentuk syiarnya kaum muslimin di sebuah negeri dan bukan bentuk syiarnya agama lain”. Hal senada juga dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haetami sebagai berikut:
قال: …وإن لم يقصد التشبه بهم أصلا ورأسا فلا شيء فيه.
Ia berkata, “Dan apabila sama sekali dan secara prinsip tidak bermaksud menyerupai orang-orang kafir, maka tidak apa-apa”. (At-Tafawi al-fiqhiyah al-Kubra, juz 4, hal.249).
Selain itu, dalam pandangan Kiai Faqih sesungguhnya kaum Nasrani di Jawa menggunakan kentongan dari kayu atau bambu itu terjadi baru sekitar 9-10 tahunan, sedangkan kaum muslimin menggunakannya sudah 200 tahun lamanya. Dengan demikian, kata Kiai Faqih, bukannya kaum Nasrani yang meniru kaum muslimin? Sembari membuat perumpamaan, beliau bertanya, “Apa bisa seorang anak mendahului bapaknya?” itu mustahil. Lagi pula tidak ada satu pun diantara kaum muslimin ketika memukul kentongan itu bermaksud meniru menyerupai kaum kafir, demikianlah pungkas Kiai Faqih.
(هذه المقالة مقتبسة من كتاب “هز الرؤوس في رد الجاسوس عن تحريم الناقوس” للعلامة الشيخ محمد فقيه المسكوممباني الجاوي الشافعي على “رسالة الجاسوس في بيان حكم الناقوس” للعلامة الشيخ محمد هاشم أشعري الجمباني الجاوي الشافعي).