MAKNA HAJI
Haji adalah ibadah yang berbeda dengan ibadah lainnya. Jika kita mau menelusuri secara mendalam, kita akan menemukan misteri makna yang terkandung dalam rangkaian ibadah haji. Menurut hemat penulis, setidaknya ada tiga makna yang terkandung dalam ibadah haji, yang dapat diketahui oleh orang muslim terutama bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji. Sebab haji berbeda dengan ibadah lain, seperti zakat dan puasa. Ajaran zakat bisa dijelaskan secara rasional mengapa diperintahkan zakat, tentu alasannya bisa ditinjau dari segi ekonomi dan sosial, yakni agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang saja. Demikian juga puasa bisa diuraikan secara medis, dengan puasa badan jadi sehat dan lain sebagainya.
Tidak demikian dengan haji. Rukun kelima Islam ini sarat dengan ritual-ritual yang bisa dipahami dengan cara memahami simbol-simbol yang memiliki banyak makna di dalamnya.
Pertama adalah makna tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai sentral berkumpulnya umat Islam sedunia. Jutaan orang yang datang dari berbagai belahan dunia dan berbagai bangsa, berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan mana kaum bangsawan dan mana orang awam serta tidak ada claim bahwa satu daerah lebih utama dibandingkan daerah lainnya. Hal ini menunjukkan suatu simbol bahwa tujuan dari keseluruhan hidup ini adalah satu, yakni Allah swt. Penunjukan Ka’bah sebagai “Baitullah” (Rumah Allah) harus dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah.
Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak di sudut timur laut Ka’bah. Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut menyentuh dan menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya. Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekedar karena mengikuti sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan oleh Amirul mu’minin Umar bin Khattab:
إني أعلم أنك حجر، لا تضر ولا تنفع، ولو لا أني رأيت النبي صلى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقبّلك ما قبّلتك
“Sungguh aku tahu, engkau hanyalah batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini tak pernah sekalipun melihat Rasulullah saw menciummu, aku pun enggan menciummu“, (H.R. Bukhari).
Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram yang dikenakan orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus menanggalkan semua pakaian berjahit dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan melepaskan idetitas-identitas selainnya. Seperti suku, ras, nasab, jabatan politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri, atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang dengan kedudukan duniawinya.
Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan selain Allah azza wa jalla jalaluhu.
Ketiga adalah makna napak tilas sejarah kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak nabi-nabi terdahulu, khususnya Nabi Adam as, Nabi Ibrahim As, dan Nabi Muhammad Saw. Perjalanan mereka bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan mengandung berbagai pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar jumrah misalnya, adalah jejak permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang pentingnya selalu waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini. Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan sejarah perjuangan Siti Hajar as mencari air untuk puteranya Ismail As, ketika ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim As. Lari-lari yang berulang sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa. Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan air yang memancar secara tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail As. Mata air itulah yang kita kenal hingga sekarang dengan sebutan sumur Zamzam.
Allahu a’lam.
Semoga bermanfaat.