MENJAGA LISAN

Oleh : Muhammad Umar Sa’id (Ketua PC Pergunu Kendal Jawa Tengah)

Puasa Ramadlan merupakan amal ibadah yang didambakan setiap orang yang berpuasa, karena disamping akan mendapatkan pahala yang dilipatgandakan juga terkandung di dalamnya hikmah besar yang hanya bisa dirasakan oleh yang berpuasa. Tetapi perlu diketahui, tidak semua orang yang berpuasa ibadah puasanya diterima oleh allah swt, bahkan bisa jadi pahala puasa yang didambakan akan musnah karena ketika seseorang berpuasa tidak bisa menjaga lisannya.
Sering tidak kita sadari, lisan jika diucapkan akan membawa dampak yang luar biasa, baik manfaat maupun mudaratnya. Dalam berpuasa, sesorang wajib menjaga lisan dari ucapan keji dan kotor yang menyebabkan orang lain sakit hati. Menjaga lisan ini begitu penting lebih-lebih bagi seseorang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebagaimana Hadits Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia dia berkata yang baik atau diam”. Nabi saw. mendandahuluinya dengan mengungkapkan keimanan sebelum memperingatkan tentang bagaimana sebaiknya lisan digunakan. Keimanan adalah hal yang mendasar bagi seseorang lebih-lebih bagi seseorang yang sedang berpuasa. Hal ini menunjukkan bahwa urusan lisan bukan urusan main-main. Hadits di atas bisa dipahami makna sebaliknya (mafhum mukhalafah) bahwa seorang yang tidak bisa berkata baik, maka patut dipersoalkan kualitas keimanannya kepada Allah dan hari akhir. Ini menarik karena lisan berkaitan erat dengan kualitas keimanan dan karakter seseorang yang merupakan sebagian daripada tujuan berpuasa. Terbentuknya keimanan yang kuat dari ibadah puasa yang dimanefestasikan dalam ketaatan tidak makan dan minum, meskipun makanan dan minuman tersedia di depan mata dan halal jika dimakan. Banyak hal kotor yang dapat muncul dari lisan, seperti ghibah (bahasa Jawa: ngrasani) atau membicarakan keburukan orang lain. Ghibah mungkin bagi sebagian orang asyik sebagai obrolan biasa, namun ia sebenarnya berpengaruh nama baik orang lain. Contoh lain adalah fitnah. Yaitu, sengaja menebar berita bohong (hoax) dengan maksud merugikan pihak yang difitnah. Fitnah pada umumnya berujung pada adu domba, hingga pertengkaran bahkan bisa mengakibatkan pembunuhan. Pada saat seseorang sedang berpuasa, segala macam ucapan kebohongan wajib dihindari oleh siapa pun dan berprofesi sebagai apa pun. Dan sebaliknya ucapan yang mengandung kejujuran wajib pula dilakukan bagi seseorang yang sedang berpuasa. Lebih-lebih dalam zaman modern now ini, ucapan atau ujaran tidak semata muncul dari mulut, tetapi juga bisa didapat dari status facebook, whatsapp, cuitan di twitter, meme di instagram dan lain sebagainya. Media sosial juga menjadi media yang mudah menebarkan perbuatan ghibah, fitnah, dan berita bohong. Dengan demikian, makna lisan pun meluas, mencakup pula perangkat-perangkat di dunia maya yang secara nyata juga mewakili lisan. Oleh karena itu, bagi seseorang yang sedang berpuasa hendaklah berhati-hati berucap atau menulis sesuatu di media sosial. Sebab selain akan menyebabkan hilangnya pahala puasa, juga akan menimbulkan konsekuensi hukum bagi yang melakukannya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadlan ini seseorang hendaknya semaksimal mungkin bisa menjaga lisannya. Daripada bertutur kata yang kurang baik, lebih baik lisan digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, membaca buku dan atau lebih baik diam, dengan harapan semoga puasa di bulan Ramadlan ini secara istikomah bisa menjaga diri dari ucapan lisan, sehingga ibadah puasa yang dijalankan diterima oleh Allah swt.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *