HUKUM MEMINTA JABATAN
*HUKUM MEMINTA JABATAN*
Oleh : Muhammad Umar Sa’id
Jabatan itu menggiurkan, sehingga banyak orang berusaha memperolehnya. Banyak pula caranya, ada yang melobi atasan, ada yang minta restu kiai, ada yang membentuk tim sukses bahkan ada pula yang datang ke tempat orang pintar alias dukun. Namun demikian yang patut diperhatikan, bahwa jabatan merupakan amanah yang tidak boleh dipegang oleh sembarang orang, sebab di akhirat kelak akan diminta pertanggungjawabannya terhadap segala hal menyangkut persoalan selama memangku jabatan itu. Selain itu jabatan harus dipegang oleh shahibul jah yaitu orang yang memiliki integritas, kapasitas dan kapabilitas serta memiliki daya pikat, mampu bersinergi dan bekerja sama dengan pihak-pihak lain.
Sehubungan hal tersebut, Imam Nawawi ra. dalam Riyadhus Shalihin menjelaskan, meminta suatu jabatan adalah perbuatan yang dilarang. Hal ini dijelaskan sendiri oleh Rasulullah SAW.
Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah saw berkata padaku,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ، فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (HR. Muttafaqunalaih).
Berdasarkan hadits diatas, bahwa seseorang dilarang meminta jabatan, karena apabila jabatan itu diminta, maka jabatan itu akan menjadi beban yang amat berat hingga seseorang tidak mampu memikulnya, dan dikhawatirkan seseorang akan memanfaatkan jabatan tersebut untuk keperluan pribadi (hadlun nafs). Namun demikian jika seseorang niatnya mendapatkan jabatan untuk kemaslahatan umat, disertai banyak pula yang memintanya, maka wajib hukumnya untuk menerima jabatan itu. Selain alasannya berlomba dalam kebaikan juga didasarkan pada kaidah Ushul fiqh :
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
Artinya, “Tindakan seorang imam terhadap rakyat harus dihubungkan dengan kemaslahatan”.
Wallahu a’lam bis shawab.