NU: Mengapa Harus Tasamuh?
Kendal, pergunujateng.org.– Ada pertanyaan yang cukup rasional, “Mampukah Allah itu menyatukan semua makhluknya? Laki-laki semua, atau perempuan semua, muslim semua atau kafir semua. Besok di akherat semua makhluk dimasukan ke dalam surga, atau neraka?” Jawaban terhadap pertanyaan di atas, bagi orang yang beriman dan memiliki akal sehat, ia pasti akan menjawab, “Allah pasti mampu”.
Namun perlu diketahui, faktanya Allah menciptakan berbeda-beda. Dan ajibnya Allah menciptakan itu semua saling berpasangan yang begitu indah, harmoni dan serasi. Jangankan hal-hal yang besar, dalam tubuh kita sendiri pun Allah menciptakan berbeda-beda. Contoh gigi kita pun diciptakan berbeda, demikian pula jari-jari tangan kita, ada jempol, telunjuk, tengah, kelingking dan jari manis. Semuanya berbeda, namun di antara satu dengan yang lain, saling bekerjasama, dan tolong menolong sesuai fungsinya.
Kita sebagai bangsa yang hidup di bumi Nusantara ini pun yang secara kebetulan lahir di tanah Jawa, lahir sebagai muslim karena orang tua kita muslim. Coba bayangkan, jika kita lahir di Bali atau NTT mungkin saja kita lahir bukan sebagai muslim, tetapi lahir sebagai Hindu atau Katholik. Lalu semua ini salah siapa ? Jawabannya tidak ada yang perlu dipersoalkan tentang agama setiap manusia, karena Allahlah Yang Maha Kuasa dan Berkehendak.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa perbedaan dalam kehidupan ini “ada” karena kuasa dan seijinNya. Perbedaan itu adalah sesuatu yang seharusnya diterima (taken for granted) oleh setiap manusia di muka bumi ini yang ditandai dengan ketundukan dan kepatuhan terhadap qudrat dan iradatNya. Apalagi perbedaan itu menyangkut masalah keimanan yang sama sekali bukan hak manusia untuk menilai dan menghukum, akan tetapi itu merupakan hak prerogatif Allah. Jangankan manusia biasa, nabi dan rasul pun tidak berhak memaksa seorang untuk beriman atau memberikan hidayah kepada umatnya untuk mengimaninya. Biarlah itu urusan Allah, biarlah Allah kelak di akhirat yang menjadi Hakim yang akan menetapkan status manusia seadil-adilnya dan sebijaksana-sebijaksananya ( QS. At-Tiin: 9). Kita sebagai umat manusia diperintahkan oleh Allah untuk saling mengenal satu sama lain, (QS. Al-Hujurat: 13), mengajak yang makruf dan mencegah yang munkar (QS. Ali Imran : 104) serta berlomba-lomba dalam kebaikan antar dan kepada sesama manusia tanpa memandang latarbelakang agama, suku, bangsa dan dari mana ia berasal.(QS. Al-Maidah:48).
Setelah kita memahami tentang makna perbedaan itu, kewajiban dan tugas selanjutnya bagi setiap manusia adalah bersikap tasamuh (toleransi) yaitu saling menghormati dan menghargai terhadap keyakinan, ideologi, pemikiran, kultur dan adat istiadat orang lain, baik itu menyangkut internal sesama umat beragama maupun eksternal umat beragama, dimana hal tersebut sesuai dengan konsep “persaudaraan” yang merupakan hasil ijtihad para ulama NU, yaitu : ukhuwwah islamiyyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan sesama warga negara), dan ukhuwwah basyariyyah (persaudaraan sesama umat manusia). 3 konsep persaudaraan inilah yang menjadi mindsite dan jati diri seluruh warga NU dalam kehidupan sehari-hari mulai dari berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Kita berharap jangan ada warga NU yang memiliki pemahaman yang sempit dalam beragama, sehingga ada yang terpapar paham radikalis dan ekstrimis yang menganggap dirinya paling benar dan menghukum orang lain sesat dan kafir, sehingga tubuhnya halal dibunuh demi untuk meraih surga. Jadi demikianlah prinsip tasamuh yang menjadi prinsip dan karakter warga NU, dimana bukan saja merupakan kewajiban bagi setiap warga negara, tetapi secara jelas bersumber dari nash Alqur’an dan Al-Hadits serta merupakan turats (warisan) dari para leluhur dan pendahulu kita, yaitu para waliyullah yang berdakwah di bumi nusantara yang kita cintai ini.